Tugas
Bahasa Indonesia
Disusun oleh : Said Fickri Hakim
28213194
3EB07
Daftar isi
A. Pengertian dan Jenis Penalaran
1
1.
Penalaran Induktif dan Coraknya
1
a. Generalisasi
1
b.
Analogi
2
c.
Hubungan Kausal (Sebab Akibat) 2
2. Penalaran Deduktif dan Coraknya
3
a.
Silogisme
4
b.
Entinem
4
3. Analisis kajia yang mempertautkan antara
argumentasi teoritik dengan fakta empirik
terhadap permasalahan yang dikaji
5
C.
Salah Nalar, Pengertian dan Macamnya 5
1.
Generalisasi yang terlalu luas 6
2.
Kerancuan analogi 7
3.
Kekeliruan kasualitas (sebab akibat) 7
4.
Kesalahan relevansi 7
5.
Penyandaran terhadap prestise seseorang 8
Daftar pustaka 9
Tugas bulan 1
A. Pengertian dan Jenis Penalaran
Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir
dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan.
Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis
untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat
berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).
Secara umum, ada dua jenis penalaran atau
pengambilan kesimpulan, yakni penalaran induktif dan deduktif.
1. Penalaran Induktif dan Coraknya
Penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang
bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang umum.
Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:
a. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak
dari sejumlah gejala atau peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan
mengenai semua atau sebagian dari gejala atau peristiwa itu. Generalisasi
diturunka dari gejala-gejala khusus yang diperoleh melalui pengalaman,
observasi, wawancara, atau studi dokumentasi. Sumbernya dapat berupa dokumen,
statistik, kesaksian, pendapat ahli, peristiwa-peristiwa politik, sosial
ekonomi atau hukum. Dari berbagai gejala atau peristiwa khusus itu, orang
membentuk opini, sikap, penilaian, keyakinan atau perasaan tertentu.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara
generalisasi adalah sebagai berikut:
1) Berdasarkan pengalaman, seorang ibu dapat
membedakan atau menyimpulkan arti tangisan bayinya, sebagai ungkapan rasa lapar
atau haus, sakit atau tidak nyaman.
2) Berdasarkan pengamatannya, seorang ilmuwan
menemukan bahwa kambing, sapi, onta, kerbau, kucing, harimau, gajah, rusa, kera
adalah binatang menyusui. Hewan-hewan itu menghasilkan turunannya melalui
kelahiran. Dari temuannya itu, ia membuat generalisasi bahwa semua binatang
menyusui mereproduksi turunannya melalui kelahiran.
b. Analogi
Analogi adalah suatu proses yag bertolak dari
peristiwa atau gejala khusus yang satu sama lain memiliki kesamaan untuk
menarik sebuah kesimpulan. Karena titik tolak penalaran ini adalah kesamaan
karakteristik di antara dua hal, maka kesimpulannya akan menyiratkan ”Apa yang
berlaku pada satu hal, akan pula berlaku untuk hal lainya”. Dengan demikian,
dasar kesimpula yang digunakan merupakan ciri pokok atau esensial dari dua hal
yang dianalogikan.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara
analogi adalah sebagai berikut:
1) Dalam riset medis, para peneliti mengamati
berbagai efek dari bermacam bahan melalui eksperimen binatang seperti tikus dan
kera, yang dalam beberapa hal memiliki kesamaan karakter anatomis dengan
manusia. Dari kajian itu, akan ditarik kesimpulan bahwa efek bahan-bahan uji
coba yang ditemukan pada binatang juga akan terjadi pada manusia.
2) Dr. Maria C. Diamond, seorang profesor anatomi
dari University of California tertarik untuk meneliti pengaruh pil kontrasepsi
terhadap pertumbuha cerebral cortex wanita, sebuah bagian otak yang mengatur
kecerdasan. Dia menginjeksi sejumlah tikus betina dengan sebuah hormon yang
isinya serupa dengan pil. Hasilnya tikus-tikus itu memperlihatkan pertumbuhan
yang sangat rendah dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak diberi hormon
itu. Berdasarkan studi itu, Dr. Diamond menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi
dapat menghambat perkembangan otak penggunanya.
Dalam contoh penelitian tersebut, Dr. Diamond
menganalogikan anatomi tikus dengan manusia. Jadi apa yang terjadi pada tikus,
akan terjadi pula pada manusia.
c. Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
Penalaran induktif dengan melalui hubungan kausal
(sebab akibat) merupakan penalaran yang bertolak dari hukum kausalitas bahwa
semua peristiwa yang terjadi di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab akibat.
Tak ada suatu gejala atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab.
Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan
dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.
Contoh:
1) Ketika seorang ibu melihat awan tebal
menggantung, dia segera memunguti pakaian yang sedang dijemurnya. Tindakannya
itu terdorong oleh pengalamannya bahwa mendung tebal (sebab) adalah pertanda
akan turun hujan (akibat).
2) Seorang petani menanam berbagai jenis pohon
dipekarangannya, tanaman tersebut dia sirami, dia rawat dan dia beri pupuk.
Anehnya, tanaman itu bukannya semakin segar, melainkan layu bahkan mati.
Tanaman yang mati dia cabuti. Ia melihat ternyata akar-akarnya rusak da
dipenuhi rayap. Berdasarkan temuannya itu, petani tersebut menyimpulkan bahwa
biang keladi rusaknya tanaman (akibat) adalah rayap (sebab).
2. Penalaran Deduktif dan Coraknya
Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang
bertolak dari sesuatu yang umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju
hal-hal khusus. Berdasarkan sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan
tentang hal-hal khusus yang merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus
itu.
Contoh :
Semua makhluk hidup akan mati
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan mati.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa proses
penalaran itu berlangsung dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak
(pernyataan pertama merupakan generalisasi yang bersumber dari keyakina atau
pengetahuan yang sudah diketahui dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui
kasus atau kejadian tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus
atau peristiwa khusus itu.
2. Penalaran deduktif dapat dilakukan dengan dua
cara:
a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang
menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah
kesimpulan yang merupakan proposisi yang ketiga. Proposisi merupakan pernyataan
yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang
terkandung didalamnya.
Dari pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga
bagian yakni: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan
premis adalah proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi. Premis mayor
mengandung term mayor dari silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis
yang dianggap bear bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis minor
mengandung term minor atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang
mengidentifikasi atau menuntuk sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai
anggota dari kelas itu. Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa
yang berlaku bagi seluruh kelas, akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Premis mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.
b. Entinem
Entiem adalah suatu proses penalaran dengan
menghilangkan bagian silogisme yang dianggap telah dipahami.
Contoh:
Berangkat dari bentuk silogisme secara lengkap:
Premis mayor : Semua renternir adalah penghisap
darah dari orang yang
sedang kesusahan
Premis minor : Pak Sastro adalah renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro adalah peghisap darah
orang yag
kesusahan.
Kalau proses penalaran itu dirubah dalam bentuk
entinem, maka bunyinya hanya menjadi ”Pak Sastro adalah renternir, yang
menghisap darah orang yang sedang kesusahan.”B. Hubungan Menulis Karya Ilmiah
dengan Penalaran
Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh
pengamatan, peninjauan atau penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut
metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Atas dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah harus
memenuhi tiga syarat:
1. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan
ilmiah
2. Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan
metode ilmiah
3. Sosok tampilannya sesuai da telah memenuhi
persyaratan sebagai suatu sosok tulisan keilmuan.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa
penalaran menjadi bagian penting dalam proses melahirkan sebuah karya ilmiah.
Penalaran dimaksud adalah penalaran logis yang mengesampingkan unsur emosi,
sentimen pribadi atau sentimen kelompok. Oleh karena itu, dalam menyusun karya
ilmiah metode berpikir keilmuan yang menggabungkan cara berpikir/penalaran
induktif dan deduktif, sama sekali tidak dapat ditinggalkan.
Metode berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai
dengan adanya:
1. Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan
relevan
2. Dukungan fakta empirik
3. Analisis kajia yang mempertautkan antara
argumentasi teoritik dengan fakta empirik terhadap permasalahan yang dikaji.
C. Salah Nalar, Pengertian dan Macamnya
Salah nalar (reasioning atau logical fallacy) adalah
kekeliruan dalam proses berpikir karena keliru menafsirkan atau menarik
kesimpulan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor emosional, kecerobohan
atau ketidaktahuan.
Contoh sederhana:
Seseorang mengatakan, ”Di sekolah, Bahasa Indonesia
merupakan mata pelajaran yang terpenting. Tanpa menguasai Bahasa Indonesia
seorang siswa tidak mungkin dapat memahami mata pelajaran lainnya dengan baik.”
Pernyataan tersebut tidaklah tepat. Bahwa Bahasa
Indonesia merupakan mata pelajaran penting, memang benar. Tetapi kalau
dikatakan terpenting, tampaknya perlu dipertanyakan.
Salah tafsir dapat terjadi karena kekeliruan
induktif, deduktif, penafsiran relevansi dan peggunaan otoritas yang
berlebihan.
Salah nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam:
1. Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang
dijadikan dasar generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan
menguji data secara memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan
bahan yag terbatas. Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a. Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping
generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi
berdasarkan data atau evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam
belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena
kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-satunya faktor
penentu kesuksesan belajar anak. Karena masih banyak faktor penentu lain yang
teribat seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan
belajar, dan sebagainya.
b. Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis
melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran
atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh
prasangka. Karena suatu anggota dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau
suku, agama, negara, organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu
atau beberapa kesalahan, maka semua anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Contoh: Semua pejabat pemerintah korup; Para remaja
sekarang rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa pamrih;
dan sebagainya.
2. Kerancuan analogi
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan
analogi yang tidak tepat. Dua hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan
esensial (pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah
harapan. Jika nahkoda setiap kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan
arah berlayar, maka kapal itu tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi
pemerintahan tidak diperlukan, karena menghambat.”
3. Kekeliruan kasualitas (sebab akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan
menentukan sebab.
Contoh:
a. Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada
satupun keluarga saya yang dapat berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa
tidak sarapan
4. Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang
diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang sebuah kesimpulan. Corak
kesalahan ini dapat dirinci menjadi 3 (tiga) macam:
a. Pengabaian persoalan (ignoring the question)
Contoh:
Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena
pemerintah tidak memiliki undang-undang khusus tentang hal itu.
b. Penyembunyian persoalan (biding the question)
Contoh:
Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi
kecuali pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri.
c. Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan
pendapat tanpa memahami persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat
yang disampaikan tidak mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara
benar atau persoalan yang terjadi.
5. Penyandaran terhadap prestise seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis
menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya karena orang tersebut terkenal
atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.
Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor
penyebab ini, maka perlu di patuhi rambu-rambu sebagai berikut:
a. Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
b. Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan
keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang dibahas.
c. Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya
Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis
tidak boleh asal mengutip semata-mata karena orang tersebut merupakan orang
terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial ekonominya.
Daftar pustaka
sumber :
http://mardiya.wordpress.com/2010/11/29/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah-oleh-mardiya/